Entri Populer

Minggu, 26 Juni 2011

peranan agama dan psikologi dalam BK

1. Perkembangan Kejiwaan Pada Anak
Guru Agama dalam menjalankan tugasnya sebagai konselor/ pembimbing Agama disamping perlu menyadari langkah-langkahnya dengan sumber ajaran Agama juga dalam proses kounseling perlu memperhatikan perkembangan jiwa keagamaan pada anak bimbing.
Oleh karena itu tugas pengamatan yang pertama-tama harus di lakukan oleh guru Agama saebagai kounselor ialah pengamatan langsung pada situasi dan sikap Agama pada keluarga serta lingkungan hidup anak bimbing yang selanjutnya dijadikan bahan dasar pengartian di dalam melaksanakan tugas sesuai dengan metode mana yang hendak dipakai dalam proses bimbingan dan konselingagama itu.
1.1 Perkembangan Hidup Pada Anak Tingkat Sekolah Dasar.
a. Pada usia 6 tahun penertiannya terhadap Agama menjadi makin kuat, apalagi bilamana praktek ibadah selalu di berikan kepada mereka, hubungan dengan tuhan sangat bersifat pribadi atau personal mereka, senang berdoa dengan sepenuh hati.
b. Usia 7 sampai 10 tahun mereka mulai memperoleh sikap yang lebih matang terhadap aghama. Mereka lebih ingin mengetahui tentang tuhan dan banyak mengajukan pertanyaan tentang hal tersebut.
Oleh sementara ahli didik, periode usia inilah duianggap merupan masa- masa peka terhadap penidikan agama, oleh karenanya sangat mudah untuk di pengaruhi oleh guru Agama.
c. Usia 10 sampai 12 tahun anak telah benar-benar dapat menghayati cerita serta peristiwa- peristiwa yang mengandung kegiatan (spiritual) seperti kematian dsb.
Dalam periode inilah guru agama sebagai konselor dapat melakukan bimbingan dan konseling melalui pendekatan situasional (kematian , bencana alam dll).
Perasaan itu perlu dikembangkan melalui partisipasi dalam kegiatan keagamaan seperti sembahyang berjamah, panitia hari besar agama serta organisasi dan kegiatan- kegiatan keagamaan lainnya.
1.2. Perkembangn Hidup Keagamaan Pada Anak Tingkat SLTP.
Anak pada tingkat pendidikan sltp telah memasuki masa pubertas yang oleh para ahli psikologi di anggap masa usia dimana peasaamn keagamaan mul;ai terbentuk dalam pribadinya. Masa pubertas tersebut dialami oleh mereka sebagai permulaan timbulnya kegoncangan batin yang sangat memerlukan tempat perlindungan jiwa, yang mampu memberikan pengarahan positif dalam perkembangan hidup selanjutnya.
Kekosongan batin dalam kegoncangan jiwa sangat terbuka kepada pengaruh nilai- nilai keagamaan yang di bimbing oleh konselor yang me3njadikan dirinya sebagai pelindung atau penyelamat baginya.
1.3. Perkembangan Keagamaan Pada Anak Tingkat SLTA
Demikian pula pada anak tingkat pendidikan SLTA sering terjadi konflik batin yang tidak mereka ketahui jalan keluarnya, dan konflik demekian memerlukan bantuan pencerahan atau penyelesaian dari konselor yang meletakkan dirinya sebagai petunjuk jalan keluar.
Penyaluran nafsu-nafsu yang berejolak dalam pribadi mereka perlu diarahkan kepada kegiatan-kegiatan yang bersifat sublimatif sepeti kegiatan olahraga, seni budaya dan organisasi yang terkendalikan.
2. Metode Bimbingan Dan Konseling Yang Dapat Diterapkan Dalam Keagamaan
Para pembimbing keagamaan memerlukan beberapa metode yang dapat menghampiri sasaran tugasnya antara lain:
2.1 Metoe Interview (wawancara)
Interview adalah suatu metode untuk mendapatkan data dengan mengadakan wawancara secara langsung.
2.2 Metode kelompok
Yaitu metode yang diakukan diluar kelas atau jam pelajaran yangmeliputi karya wisata, diskusi kelompok, osis, dan sosio drama.
Dengan menggunakan kelompok, pembimbing dapat menggembangkan sikap sosial (relasi sosial)
2.3 Metode Non Directif (Tidak Mengarahkan)
Dalam metode ini terdapat dasar pandangan bahwa klient sebagai mahluk yang bulat yang memilii kemampuan berkembang sendiri dan sebagai pencari kemantapan diri sendiri.
Dr. Willam E. Hulme metode ini sangat cocok di gunakan oleh penyuluh Agama, karena kondelor akan lebih memahami kenyataan penderitaaan klient yang biasanya bersumber pada perasaan dosa yang banyak menimbulkan perasaan cemas, konflik kejiwaan dan gangguan jiwa lainya.
2.4 Metode directive conseling
Directive conseling merupakan bentuk psikoterapi yang paling sederhana, karena counselor dapat secara langsung memberikan jawaban terhadap problem yang o;eh klient disadari menjadi sumber kecemasannya.
2.5 Metode educatif (pencerahan)
Metode educatif adalah pemberian pencerahan terhadap unsur-unsur kejiwaan yang menjadi sumber konflik seseorrang dan selanjutnya koonselor menganaliisa fakta kejiwaan klient untuk penyembuuan.
Dalam hubungan dengan penggunaan metode tersebut di atas guru agama sebagai orang yang hrus melakukan bimbingan dan konseling dalam agama perlun juga menjiwai langkah- langkahnya dengan sumber – sumber petunjuk aghama misalnya :
“Maka di sebabkan Rahmat dari Allah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkan mereka dan bermusyawarqahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabbila kamu telah membulatkan tekad, maka bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allaah menyukai mereka bertawakkal kepadanya.. ( Qs Ali imron 159)”
Disamping itu prinsip pendekatan yang telah diajarkan nabi kepada Abbu musa Al- Asyaary dan Muadz bin–Jabal ketika hendak beerangkat ke Yaman untuk menunaikan misi khusus :
“‘Permudahlah jangan mempersukar dan gembiralah ( bbbesarkan jiwanya) dan jangaan melakukan tindakan yang menyebbabbbkan mereka lari pada-Mu” (Al Haditst).
3. Guru Agama Sebagai Pendidik Dan Pembimbing
Tugas dan fungsi guru dalam proses kependidikan disekolah (Madrasah) tidak hanya sebagai pengajar ilmu pengetahuan semata-mata melainkan juga betugas sebagai pendidik dan pembimbing atau konselor.
Menurut beberapa ahli bahwa bimbingan dan pendidikan tidak dapat dipisahkan dalam proses, terutama yang berkegiatan dalam rangka mencapai tujuan hidupnya.
Pada umumnya para ahli memandang bahwa konselor agama menempuh berbagai jalan atau cara yang lebih sulit dari pada menjadi konselor dibidang lain yang non agama; karena konselor agama harus memiliki beberapa persyaratan khusus, antara lain kematangan jiwa dan keimanan yang tangguh serta berkemampuan menjadi uswatun hasanah (contoh teladan) sesuai norma-norma ajaran agamanya, baik dilingkungan sekolah naupun diluar sekolah.
Di lihat dari segi missioner, jabatan guru agama dapat dikatakan sebagai reeping (panggilan tuhan) untuk berbakti kepada tuhan dengan fungsinya yang amat penting bagi pembinaan iman melalui proses kependidikan individual manusia.
Dalam pandangan islam, seseorang iman atau ulama secara built-in (melekat), juga di pandang oleh para pengikutnya, selain sebagai guru agama dan pendidik juga sebagai penyuluh atau konselor agama yang tugasnya menjadi guru penerang, pemberi, petunjuk jalan arah kebenaran, juru pengingat, juru penghibur hati duka, serta muballig yang perilaku sehari-harinya mencerminkan uswatun hasanah di tengah ummatnya. Sebagaimana halnya fungsi nabi Muhammad SAW yang di utus menjadi mu’allim (guru) dan pendidik akhlak al-karimah. Sebagaimana sabda beliau yang artinya: “aku diutus untuk menjadi guru” dan sabdanya lagi:”‘ saya diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mullia”
4. Program Khusus Bimbingan Agama Bagi Penanggulangan Kenakalan Remaja
2.4.1 Kenakalan Remaja Sebagai Suatu Problema.
Dalam melihat masslah ini kita perlu membedakan manakah yang kita kategorikan kenakalan dengan bukan kenakalan.
Kenakalan remaja adalah tingkah laku atau perbuatan yang berlawanan dengan hokum-hukum yang berlaku yang dilakukan oleh anak-anak dari antara umur 10 tahun sampai dengan 18 tahun. Perbuatan yang dilakukan oleh anak-anak dibawah usia 10 tahun dan diatas 18 tahun dengan sendirinya tidak di kategorikan dalam apa yang kita sebut “kenakalan”
Tingkah laku anak remaja yang dipandang kenakalan karena
a. Mengangu tertib sosial dan hokum
b. Merugikan perkembangan generasi muda itu sendiri
c. Menggangu jalanya perkembangan sosial paedegogis, ekonomi, dan kebudayaan dan sebagainya
2.4.2 Faktor- faktor yang Mengakibatkan Kenakalan Remaja
a. Faktor lingkungan
1. Keadaan ekonomi masyrakat
2. Masa daerah peralihan
3. Keretakan hidup keluarga
4. Praktek mengasuh anak
5. Pengaruh teman sebaya
6. Pengaruh pelaksanaan hokum (kurang dapat di pertanggung jawabkan)
b. Faktor Kepribadian
1. Penyakit syraf
2. Dorongan nafsu
3. Penilaian yang tidak tepat kepada diri sendiri dan orang lain (buta moral)
4. Pandangan terhadap diri sendiri yang negatif.
dalam hubungannya dengan kkenakalan remaja yang telah di uraikan diatas maka pendidik agama sebagai konselor di samping perlu memahami berbagai faktor penyebabnya perlu pula mengambil langkah-langkkah prreventif (mencegah) dan kuratif (mengobati) yang meliiputi prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Di lingkungan sekolah hendaknya bekerja sama dengan guru d bidang lain
2. Berusaha membina kerjasama dengan Biro konsultasi remaja yang ada, dan pejabat peradilan anak atau kepolisian bidang pengawasan anak.
3. Bila mana terjadi kenakalan didalam limgkungan tanggung jawabnya, maka berusahalah melakukan pendekatan kepada remaja yang bersangkutan.
4. Hendaknya mempolakan rencana program pencegahan dilingkungan sekolah dengan kegiatan diskusi.
5. Berusaha membina hubungan kkerja sama dengan orang tua murid yang sebaik-baiknya.
6. Dalam rangka pencegahan, hendaknya konselor agama berusaha mengisi acaara koonseling di pusat-pusat kegiatan remaja. Misal: karang taruna dalam organisasi remaja.
7. Berusaha menghindarkan remaja dari pengaruh mass media yang mengandung unsur mmerusak moral. Missal: majalah porno.
Akan tetapi yang penting perlu diingat konselor agama senantiasa menanamkan pengeertian kepada remaja bahhwa kaum reemajapun dapat beriman yang teguh dan beraagama yang taat, sebagaimana dilukiskan oleh allah dalam firmannya tentang pemuda al-kahfi:
Artinya: “Sesungguhnya meereka adalah kaum remaja yang teguh beriman dan aku tambah kepada mereka petunjuk. (QS Al-kahfi:13).

Rabu, 08 Juni 2011

dewan sekolah

1
RINGKASAN EKSEKUTIF 
KAJIAN KEBERADAAN DEWAN SEKOLAH DI KOTA BANDUNG 
(Kantor Litbang dengan PT. MITRA KAWASA Konsulindo)
Tahun 2005 
 I.  PENDAHULUAN 
Kelahiran uu no. 22/1999 (yang saat ini telah diganti dengan UU No. 32 Tahun 2004) 
tentang Pemerintahan \ daerah, serta perangkat PP yang berkaitan, telah membawa 
perubahan paradigma pengelolaan pengelolaan system  pendidikan. Tentu ini akan 
berakibat terhadap perubahan structural dalam pengelolaan pendidikan, dan berlaku pula 
pada penentuan  stakeholder  di dalamnya. Jika di masa lalu,  stakeholder pendidikan itu 
sepenuhnya ada di tangan aparat pusat, maka dalam era otonomi pendidkan sekarang ini 
peranan sebagai  stakeholder  itu akan tersebar kepada berbagai pihak yang 
berkepentingan. 
Salah satu model pengelolaan pendidikan yang kini digagas Departemen Pendidikan 
Nasional adalah apa yang disebut Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). MBS merupakan 
salah satu model manajemen pendidikan yang berbasis pada otonomi atau kemandirian 
sekolah dari aparat daerah dalam menentukan arah, kebijakan, serta jalannya pendidikan 
di daerah masing-masing. 
Disamping pemberian otonomi yang lebih besar kepada sekolah dan pemerintah 
daerah dalam pengelolaan pendidikan, MBS juga bertujuan mendorong pengambilan 
keutusan parsipatif yang melibatkan semua stakeholder pendidikan di sekolah, sehingga 
tercipta  sense of belonging (rasa memiliki) dari mereka. Dengan demikian akan terjadi ; 
makin besar tingkat partisipasi dari para  stakeholder, makin besar pula rasa memiliki, 
sehinggarasa tanggung jawab dan dedikasi juga meningkat. Salah satu implikasi dari 
penerapan MBS ini ialah perlu dibentuknya suatu lembaga yang dalam konteks MBS 
disebut sebagai  Dewan Sekolah atau  Komite Sekolah, merupakan lembaga yang 
mewadahi keterlibatan para stakeholders pendidikan untuk berkiprah dalam mewujudkan 
sekolah yang otonom dan berkualitas tinggi.  
Lahirnya Kepmendiknas No. 044/U/2002 tentang Dewan  Pendidikan dan Komite 
Sekolah, telah mengantarkan proses pembentukan Komite Sekolah hampir di seluruh 
daerah kabupaten/kota dan satuan pendidikan di seluruh pelosok tanah air. Proses 
pembentukan beberapa Komite Sekolah memang ada yang sudah sesuai dengan 2
harapan dan ketentuan yang ada, bahkan ada yang sudah melesat sedemikian rupa 
dengan kreasi dan inovasinya yang membanggakan, sehingga peran dan fungsinya dapat 
dirasakan dalam meningkatkan mutu pendidikan. Namun perlu diakui pula bahwa masih 
banyak di antaranya yang belum sepenuhnya sesuai dengan harapan dan ketentuan yang 
ada. Bahkan ada beberapa di antarannya yang keberadaannya justru menimbulkan 
dampak kontra produktif, karena telah menimbulkan citra negatifnya sendiri. 
Untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan Komite Sekolah di Kota Bandung dalam 
menjalankan peran dan fungsinya, maka dilaksanakan  kegiatan kajian ini untuk dapat 
menjawabnya. 
Kegiatan Studi atau kajian ini, disusun berdasarkan analisis terhadap beberapa hal 
yang teridentifikasi dari data sekunder dan data primer yang didapat dari hasil survey 
lapangan dan survey instansional dengan mempertimbangkan data dari kondisi eksisting, 
tinjauan pustaka serta issue-issue yang berkembang  seperti harapan dan keluhan 
masyarakat dan sekolah sebagai penyelenggara pendidikan tingkat dasar dan menengah, 
serta masukan dari narasumber dan regulasi yang berkaitan dengan kegiatan studi ini.   
 II.  HASIL KAJIAN 
Berdasarkan serangkaian hasil penilaian dan analisis baik yang berasal dari data 
primer, desk studi, hasil waancra dan observasi serta berbagai masukan dari para 
narasumber, Keberadaan Komite Sekolah masih sangat dibutuhkan di Kota Bandung ini, 
meskipun hingga saat ini kenyataan yang ada belum sesuai dengan harapan, karena 
masih dijumpai adanya pengaruh-pengaruh/kendala-kendala yang mempengaruhi kinerja, 
efektifitas organisasi maupun peran dan fungsi Komite Sekolah yang timbul baik dari 
lingkungan eksternal maupun internal. Untuk mencapai hasil yang diharapkan tentunya 
membutuhkan langkah-langkah strategis, yang salah satunya adalah kebijakan 
optimalisasi peran dan fungsi Komite Sekolah. 
Kebijakan optimalisasi peran dan fungsi Komite Sekolah merupakan langkah 
kebijakan yang memiliki peranan dan implikasi penting dalam memenuhi kebutuhan 
terwujudnya program pendidikan di sekolah yang sesuai dengan konsep MBS 
(Manajemen Berbasis Sekolah). 
Berdasarkan hasil komplikasi data dan analisis pembahasan yang telah dilakukan 
dengan menggunakan metode dan pendekatan analisis optimalisasi peran dan fungsi 
Komite Sekolah, maka dapat disimpulkan bahwa : 3
1. Hasil penilaian kumulatif terhadap Komite Sekolah Kota Bandung,    menunjukkan nilai 
68,99 yang masuk ke dalam kategori kurang berhasil  berdasarkan kriteria penilaian 
kinarja Komite Sekolah pada Buku “ Acuan Operasional dan Indikator Kinerja Komite 
Sekolah “. 
2.  Dari empat peran Komite Sekolah, peran pemberi pertimbangan (Advisory) dan peran 
pengendali (Controlling) telah berhasil dilaksanakan, sedangkan peran pendukung 
(Supporting) dan peran penghubung (Mediator) kurang berhasil dilaksanakan. 
3.  Tingkat keberhasilan Komite Sekolah pada jenjang sekolah tingkat dasar (SD dan MI) 
pada skala nilai 1 - 4 adalah 2.42, lebih kecil atau ada di bawah tingkat keberhasilan 
Komite Sekolah pada jenjang sekolah SLTP dan SLTA yang memperoleh nilai  2.65. 
Bahkan nilai 2.42 itu masih ada di bawah nilai tengah 2.50. 
4. Berdasarkan hasil intepretasi postur strategic dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa 
capaian kinerja Komite Sekolah secara umum dan keseluruhan adalah baik, namun 
demikian masih dibuthkan upaya-upaya strategis guna meningkatkan kinerja 
organisasi secara menyeluruh melalui perumusan kebijakan dan strategi yang 
berorientasi pada pelayanan dan pembangunan tim kerja. 
5.  Pemhaman Komite Sekolah terhadap regulasi yang diterapkan oleh   Pemerintah pada 
dasarnya sudah memadai, hanya dalam realisasi pelaksanaan kegiatannya menjadi 
kurang efektif sebagai akibat adanya kendala dan pengruh-pengaruh terkait dengan : 
a.  Perbedaan intepretasi terhadap regulasi yang diterbitkan; 
b.  Rentang waktu yang cukup lama antara penerbitan regulasi dengan petunjuk     
pelaksanaan dan petunjuk teknisnya;   
c.   Kurangnya sosialisasi program dan regulasi kepada seluruh Komite Sekolah. 
Dari Formulasi Strategi yang telah dirumuskan di atas selanjutnya dikembangkan 
dan dijabarkan kedalam beberapa kegiatan yang memungkinkan dapat 
diimplementasikan dalam upaya pencapaian kinerja dan efektifitas organisasi Komite 
Sekolah. 
Sedangkan untuk mengetahui lebih jelas secara keseluruhan terkait dengan 
pemenuhan tuhuan dan sasaran pelaksanaan kegiatan ini dapat dilihat pada Tabel 1. di 
bawah ini mengenai formulasi strategi Komita Sekolah. 4
Tabel 1. Tabulasi Formulasi Strategi Keberadaan Komite Sekolah 
Tujuan dan 
Sasaran 
Strategi Alternatif Implementasi Kegiatan 
Aktifitas Pendekatan 
(Tindak Turun 
Tangan) 
1. Optimalisasi 
Peran dan 
Fungsi Komite 
Sekolah 
1) Strategi Pengembangan 
Program dan 
Kegiatan 
- Penguatan  tingkat 
transparansi & akuntabilitas terhadap 
mesyarakat / orang tua 
siswa dalam pelaksanaan program-program pendidikan dan 
pengelolaan keuangan 
- Meningkatkan intensitas pelaksanaan program 
- Konsolidasi intensif 
antara anggota Komite 
Sekolah 
- Penyusunan rencana 
tindak  
-  Adanya piket rutin guna menjamin terjalinnya komunikasi yang 
efektif 
- Pertemuan periodic 
per perioda waktu 
tertentu 
- Monitoring dan evaluasi secara berkesinambungan 
- Sosialisasi program 
- Pemahaman 
akan program 
dan bersikap 
transparan 
- Ketersediaan 
waktu yang 
memadai  
 2) Strategi integrasi Horizontal 
- Penataan kelembagaan utk lebih mengoptimalkan unit fungsional 
- Pembentukan wadah 
paguyuban 
- Pembentukan struktur organisasi dan 
TUPOKSI 
- Membentuk lembaga informal yang 
di fasilitasi oleh 
Dinas Pendidikan 
- Profil SDM 
memiliki 
kapabilitas 
tinggi 
- Kepedulian utk 
mengembangkan 
sekolah 
 3) Strategi Rekruitmen Anggota Komite 
Sekolah 
- Penetapan criteria 
yang lebih menitikberatkan pada ketersediaan waktu dan 
- Proses rekruitmen 
yang difasilitasi dan 
di sepakati oleh 
stakeholder sekolah 
- Profil SDM 
yang 
memiliki 
kapabilitas 5
kepedulian 
- Pemberian reward 
- Penegasan Operasionallisasi Komite 
Sekolah 
- Workshop dan 
Pelatihan 
tinggi 
- Kepedulian 
untuk 
mengembangkan 
sekolah 
2.  Efektifitas 
     Regulasi   
     yang  
     mendukung 
      nya 
Strategi integrasi 
Horizontal 
- Telaah terhadap kinerja 
Komite Sekolah 
- Terciptanya budaya 
organisasi yang efektif 
dan efisien 
- Evaluasi kinerja 
- Penyusunan protap 
yang efektif 
Pemenuhan 
kebutuhan SDM 
sesuai 
kualifikasi 
keahliannya 
3. Permasalahan 
yang dihadapi 
Sekolah dan 
Komite 
Sekolah 
Penegasan Pola 
Kemitraan 
- Pembentukan Model 
Kemitraan 
- Penerbitan regulasi 
terkait kemitraan 
antara Sekolah dan 
Komite Sekolah 
- Kesepakatan Model 
Kemitraan 
- Penyusunan Protap 
- Profil SDM 
yang memiliki 
kepedulian 
akan 
peningkatan 
mutu 
pendidikan 
- Kredibilitas & 
Kapabilitas 
yang 
memadai 
Berdasarkan formulasi grand strategi tersebut maka  dihasilkan alternatif-alternatif 
strategi beserta aktivitas pendekatannya, untuk kemudian disusun rencana tindak 
strategis, yang terdiri dari : 
 1.   Penyusunan regulasi tentang Komite Sekolah yang mengakomodir : 
a. Kebutuhan akan adanya jaminan dan perlindungan hak dan kewajiban Komite    
sekolah dalam melaksanakan TUPOKSI-nya sesuai dengan AD/ART yang 
ditetapkan; 
b.   Kewenangan dan urusan dalam penanganan dan pengelolaan keuangan; 
c.  Kewenangan dalam peningkatan dan pengembangan mutu pendidikan di 
Sekolah; 
d.   Formulasi Standart AD/ART Komite sekolah. 6
2.   Redefinisi Kemitraan antara Komite Sekolah dan Sekolah 
Perumusan bentuk kemitraan Komite Sekolah dengan Sekolah yang diusulkan 
adalah berbentuk kerjasama Komite Sekolah dan Sekolah (Public -School -
Partnership) dengan kesetaraan hanya pada sisi tugas dan fungsinya sesuai yang 
disepakati dalam regulasi/peraturan yang mengikat, sedangkan dari sisi kedudukan 
kerjasama tetap pihak Sekolah (Kepala Sekolah) berada pada posisi pemimpin. 
3.  Penataan Kelembagaan Komite Sekolah 
Model kelembagaan Komite Sekolah yang diusulkan adalah suatu bentuk 
kelembagaan fungsional yang lebih menitik beratkan  pada pelayanan fungsi 
administrasi dan keuangan, mutu pendidikan (QA), penelitian dan pengembangan 
(R&D), serta sesuai dengan program Sekolah yang telah disusun dan ditetapkan. 
4.   Kebijakan Rekruitmen Anggota Komite Sekolah 
Penetapan criteria calon anggota Komite Sekolah, antara lain : 
a. Memiliki kepeduliandan dadikasi yang tinggi akan keberlangsungan program         
dan kemajuan sekolah; 
b. Alumni atau orang tua murid yang memiliki ikatan premodial terhadap sekolah, 
memiliki track record yang baik dan aktif serta sense belonging yang tinggi; 
c.  Memiliki waktu yang cukup; 
d.  Memiliki kapabilitas/kemampuan yang memadati; 
e.  Mampu bekerja sama dan mengerti akan Tim Building. 
III.    Rekomendasi 
                                                                                                                                                                                                            
Rekomendasi yang diusulkan dalam upaya mengotimalkan keberadaan Komite 
Sekolah melalui kebijakan optimalisasi fungsi dan perannya yang sekaligus sebagai dasar 
penyempurnaan bagi perumusan kebijakan diwaktu yang akan datang, antara lain : 
1. Perlunya dilakukan telaah dan kaji ulang atas regulasi yang dapat dijadikan sebagai   
payung/dasar hokum tentang Komite Sekolah, terytama yang berkaitan dengan 
perlindungan dan jaminan hokum Komite Sekolah dalam menjalankan TUPOKSInya 
sesuai dengan AD/ART yang telah ditetapkan. Pelaksanaan kajian aspek regulasi ini 
dapat difasilitasi oleh Unit Kerja Kantor LITBANG Kota Bandung atau Dinas 
Pendidikan Kota Bandung. 
2. Perlu diprioritaskan kegiatan sosialisasi terhadap regulasi dan petunjuk    pelaksanaan 
dan petunjuk teknis Komite Sekolah, agar acuan pelaksanaan kegiatanyya menjadi 7
lebih terarah dan focus serta menghindari terjadinya Gap sebagai akibat timbulnya 
interpretasi yang berbeda-beda.; yang dapat difasilitasi oleh Bagian Hukum, Kantor 
LITBANG atau Dinas Pendidikan melalui kegiatan semiloka; 
3.  Perlu dilakukannya Studi Penataan Kelembagaan (STOK) Komite Sekolah yang 
disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan regulasi, serta struktrur organisasi 
Pemerintah Kota. Kegiatan ini dapat difasilitasi oleh Dinas Pendidikan. 
 4. Pelaksanaan kegiatan Evaluasi Kinerja Komite Sekolah di Kota Bandung, malalui 
pendekatan penilaian kinerja yang tepat guna dan tepat sasaran seara periodic dan 
berkala, sehingga memungkinkan diperolehnya penilain yang objektif. Pelaksanaan 
kegiatan ini dapat difasilitasi oleh Dinas Pendidikan atau oleh Bagian Organisasi 
Sekretariat Daerah; 
5. Memprogramkan dan menjadwalkan kegiatan workshop dan pelatihan bagi anggota 
Komite Sekolah secara bertahap dan berkesinambungan yang dapat difasilitasi oleh 
Dinas Pendidikan Kota Bandung; 
6.  Membentuk wadah organisasi formal seperti Paguyuban atau Asosiasi yg dapat 
dijadikan sebagai sarana fasilitasi dan mediasi bagi terciptanya keseragaman dan 
pengembangan program kerja Komite Sekolah. Fasilitasi pembentukan wadah 
kegiatan ini dapat dilakukan oleh Dinas Pendidikan atau oleh Anggota Komite Sekolah 
itu sendiri.. 
7. Menyusun Sistem Informasi manajemen Sekolah Berbasis Knerja, guna menciptakan 
system manajemen yang sesuai untuk sekolah dan mendukung penerapan konsep 
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Kegiatan ini dapat dilaksanakan oleh Dinas 
Pendidikan. 
Tabel 2. Tabulasi Rekomendasi 
No. Rekomendasi Unit Kerja Pelaksana Rencana Tindak
1. Telaah dan kaji ulang atas regulasi yang 
dapat dijadikan sebagai payung/dasar 
hokum tentang Komite Sekolah, terutama 
yang berkaitan dengan perlindungan dan 
jaminan hkum Komite Sekolah dalam 
menjalankan TUPOKSInya sesuai 
dengan AD/ART yg telah ditetapkan. 
Kantor Litbang Dinas 
Pendidikan Bagian 
Hukum 
Dilaksanakan pada 
taun ke-1 saat 
kegiatan akan 
ditindaklanjuti 8
2. Kegiatan sosialisasi terhadap regulasi 
dan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk 
tekns Komite Sekolah, agar acuan 
pelaksanaan kegiatannya menjadi lebih 
terarah dan focus serta menghindari 
terjadinya Gap sebagai akibat timbulnya 
interpretasi yang berbeda-beda 
Dinas Pendidikan 
Bagian Organisasi 
Dilaksanakan pada 
tahun ke-2 setelah 
kajian regulasi 
ditindaklanjuti 
3. Studi Penataan Kelembagaan (STOK) 
Komite Sekolah yang disesuaikan dengan 
kebutuhan dan perkembangan regulasi, 
serta struktur organisasi Pemerintah 
Kota. 
Dinas Pendidikan 
Bagian Organisasi 
Asosiasi/Paguyuban 
Komite Sekolah 
Dilaksanakan pada 
tahun ke-3 dan 
dilakukan secara 
barkala pada 
tahun-tahun 
berikutnya 
4. Evaluasi Kinerja Komite Sekolah di Kota 
Bandung, melalui pendekatan penilaian 
kinerja yang tepat guna dan tepat 
sasaran secara periodic dan berkala, 
sehingga memungkinkan diperolehnya 
penilaian yang objektif. 
Dinas Pendidikan 
Dewan Pendidikan 
Dilaksanakan pada 
tahun ke-1 dan 
dilakukan secara 
berkala per perioda 
waktu tertentu 
5. Memprogramkan dan menjadwalkan 
kegiatan workshop dan pelatihan bagi 
anggota Komite Sekolah secara bertahap 
dan berkesinambungan. 
Dinas Pendidikan 
Komite Sekolah 
Dilaksanakan pada 
tahun ke-1 
6. Membentuk wadah organisasi formal 
seperti Paguyuban atau Asosiasi yang 
dapat dijadikan sebagai sarana fasilitasi 
dan mediasi bagi terciptanya 
keseragaman dan pengembangan 
program kerja Komite Sekolah. 
Dinas Pendidikan 
Komite Sekolah 
Dilaksanakan pada 
tahun ke-1 
7. Menyusun Sistem Informasi Manajemen 
sekolah Berbasis Kinerja 
Dinas Pendidikan Dilaksanakan pada 
tahun ke-2